Taufiqurokhman.com – Dosen Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama, Dr. Taufiqurokhman, M.Si mengingatkan pada semua warga Jakarta agar mempersiapkan diri untuk menghadapi demo besar-besaran yang akan dilakukan oleh para sopir taksi serta angkutan umum yang ada di Jakarta, Senin (21/3/2016) mendatang.
Seperti yang ramai diberitakan media hari ini, Kamis (18/3/2016), para sopir taksi akan kembali menggelar unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi mereka. Karena mereka menilai aspirasi mereka sebelumnya tidak diakomodir oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Rudiantara.
Dalam aksinya, mereka akan membawa massa dengan jumlah yang lebih besar dari demo sebelumnya. Mereka meminta agar Pemerintah dapat segera mengakomodir aspirasi mereka yang penghasilannya merosot tajam dengan adanya taksi online, serta angkutan online lainnya seperti Grab Taksi atau Uber Taksi.
Seperti yang kita ketahui, terlihat adanya perbedaan pandangan antara Kementrian terkait antara Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan dengan Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara. Dimana dengan melihat kondisi Pemerintahan yang seperti ini sangat kurang membuat suasana kondusif dan dikhawatirkan akan mengganggu kinerja di Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan, Djoko Sasono pernah mengeluarkan larangan ojek maupun taksi berbasis online untuk beroperasi yang dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. Dalam konferensi persnya, Djoko Sasono mengatakan bahwa pelarangan operasi ojek maupun taksi online tersebut telah tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan, tertanggal 9 November 2015.
Akan tetapi, Presiden Joko Widodo telah melakukan intervensi langsung atau membatalkan larangan yang sudah dikeluarkan ini tanpa melalui rapat kabinet atau sebaliknya. Sehingga situasinya semakin tidak jelas dan belum ada aturan yang dapat mengatur angkutan darat berbasis online tersebut.
Aksi demo sopir taksi ini merupakan kali keduanya dilakukan demi bisa menyalurkan aspirasi mereka. Tapi sepertinya hal tersebut tidak digubris oleh Menteri Komunikasi dan Informasi yang mencoba melempar handuk ke Kementrian Perhubungan. Aksi saling lempar handuk pun terjadi di Kementrian Kabinet Kerja hari ini.
Sebaiknya Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belajar banyak ke negara China dan Inggris serta negara lainnya yang saat ini sama-sama sedang menggoalkan bagaimana mengakomodir transportasi darat berbasis online tanpa merugikan dengan transportasi yang sudah ada saat ini.
Apa Alasan Mereka Protes?
Ada beberapa alasan kenapa para sopir taksi dan angkutan umum melakukan demo demi menyampaikan aspirasinya. Pertama, transportasi darat angkutan umum yang ada saat ini selalu membayar pajak atau terkena aturan yang sudah ada dalam UU angkutan umum. Sementara transportasi online seperti Grab Taksi atau Uber Taksi sama sekali belum tersentuh atau terkena pajak secara perusahaan. Apakah mereka (Taksi online) termasuk Perusahaan UMKM atau Perusahaan besar?
Kedua, secara sisi keamanan, taksi online sangat rawan bagi para penumpang. Karena dimana tempat perusahaan tersebut berada atau jika ada gangguan keamanan, para penumpang mengadukan ini belum diakomodir dalam aturan angkutan darat.
Ketiga, menjamurnya taksi online seperti Grab Taksi atau Uber Taksi sungguh sangat mengganggu para sopir angkutan darat yang ada saat ini. Karena penghasilan mereka menurun drastis dengan adanya angkutan umum berbasis online tersebut. Apalagi perusahaan mereka (taksi darat) sudah pasti jelas akan berkurang penghasilanya. Karenanya, untuk menjaga keseimbangan sekaligus membuat aturan yang jelas, Pemerintah harus membuat sebuah regulasi yang dapat menjaga keseimbangan antara perusahaan taksi online dengan taksi yang sudah eksis sebelumnya. Yaaa walaupun saat ini masyarakat lebih banyak memilih taksi online ketimbang taksi biasa karena dari segi harga lebih murah dan mudah hanya dengan menggunakan aplikasi online saja.
Dr. Taufiqurokhman, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik dan Pemerintahan.
