Taufiqurokhman.com – Aksi demo sopir taksi yang terjadi di Jakarta hari ini (22/3/2016) harus menjadi perhatian pemerintah. Seharusnya pemerintah bisa mencari jalan keluarnya untuk mengatasi masalah ini. Jangan justru kesannya terlihat lambat dalam mengatasi aspirasi dari para sopir angkutan konvensional.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah memberikan arahan yang jelas agar Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) secara teknis bisa memberikan solusinya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi aksi seperti ini.
Menurut Taufiqurokhman, pengamat pemerintahan, seharusnya Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi bisa duduk bersama dengan Paguyuban Pengemudi Angkatan Darat (PPAD) untuk mencari solusi dalam mengatasi aspirasi yang saat ini terjadi di Jakarta.

“Jangan sampai pemerintah dianggap lalai atau lambat dalam mengatasi persoalan ini. Kalau ingin menyelesaikan masalah, harusnya tidak dengan cara demo besar-besaran seperti ini,” jelas Taufiqurokhman.
Hanya saja, menurut Taufiqurokhman, Presiden Jokowi jangan sampai mengeluarkan pernyataan yang bersebrangan dengan keputusan yang telah diberikan atas solusi ini, seperti kejadian sebelumnya.
“Kementerian terkait pun sudah seharusnya melaporkan atas keputusannya sebelum dipublikasikan,” tegas Taufiqurokhman.
Seperti banyak diberitakan, hari ini, sejumlah perwakilan Paguyuban Pengemudi Angkatan Darat (PPAD) telah melakukan demo besar-besaran di depan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Mereka mendesak Menkominfo, Rudiantara untuk menutup aplikasi angkutan transportasi online seperti Grab Car dan juga Taxi Uber. Kalau tuntutan tersebut belum juga dipenuhi, maka mereka mengancam akan terus melakukan aksi besar-besaran, bahkan mogok nasional.

“Sampai ditutup (aplikasinya), kami ini mewakili temen-temen kami yang susah di lapangan, harus perang tarif dengan taksi-taksi gelap. Kami akan mogok nasional,” ujar juru bicara PPAD Suharto, di kantor Kemenkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (22/3/2016).
Menurutnya, desakan untuk menutup aplikasi transportasi daring bukan tanpa sebab lantaran pihak Kementerian Perhubungan sudah merekomendasikan penutupan dua aplikasi tersebut. Namun, pihak Kemenkominfolah yang menolak untuk menutup aplikasi, alih-alih memberi kesempatan bagi kedua perusahaan jasa aplikasi daring untuk mengurus izin.
Namun, kata Suharto, kebijakan pengurusan izin tanpa menutup aplikasi dinilai tidak memberi keadilan bagi angkutan konvensional yang terdaftar.
“Kami yang bayar pajak, kir, dan izin usaha merasa dianaktirikan oleh negara sendiri, kami rasa aksi ini akan terus dilakukan sampai pemerintah menutup aplikasi,” ujarnya.
Saat ini, diketahui sejumlah perwakilan pengemudi taksi konvensional tengah melakukan pertemuan tertutup dengan Menkominfo Rudiantara yang baru datang menemui para pengunjuk rasa.
Suharto mengatakan, hasil pertemuan akan menentukan kelanjutan aksi pengemudi taksi pada hari ini dan seterusnya.
“Kalau keputusannya ditutup, kami akan instruksikan ke temen-temen di lapangan untuk berhenti. Jika tidak, mungkin aksi besar-besaran ini akan terus. Tidak hanya di jakarta, tapi semua daerah, bahkan mogok nasional,” katanya.

Menurut Taufiqurokhman, perbedaan gagasan dua Kementerian Kominfo dan Kementerian Perhubungan seharusnya tidak perlu terjadi. Justru seharusnya perdebatan tersebut dilakukan di Rapat Kabinet Kerja Jokowi.
“Jangan pamer, adu perang opini, serta membuat bingung dan gaduh masyarakat Jakarta yang akhirnya akan merugikan masyarakat,” terangnya.
Taufiqurokhman juga mengatakan, sudah selayaknya Pemerintah melalui dua kementrian dan DPR RI Komisi VII melakukan Rapat darurat untuk segera menyelesaikan masalah angkutan darat secara aplikasi. Karena menurutnya, menggunakan aplikasi itu boleh-boleh saja karena sudah diatur dalam menteri Kominfo.
“Hanya saja, ketika masuk aplikasi berbasis internet ini ke Angkutan Darat maka harus ada ijin atau pemerintah harusnya membuat aturan yang lebih jelas dan tegas. Ada beberapa negara yang sudah selesai mengatasi masalah ini seperti negara Rusia dan Malaysia,” jelas Taufiqurokhman.

Himbauan Pemerintah Tidak Mogok Nasional
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku belum mengetahui rencana aksi demonstrasi dan mogok nasional pengendara angkutan lantaran pemerintah tidak memblokir aplikasi Uber dan Grab Car pada Selasa (22/3/2016).

Meski begitu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Sugihardjo meminta para pengendara membatalkan niatnya itu.
“Mudah-mudahan enggak demo. Kalau demo itu kan menyulitkan masyarakat. Saya imbau tidak perlu demo,” ujar Sugihardjo di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (21/3/2016) kemarin.
Menurut Kemenhub, pemerintah sedang mencari jalan keluar terbaik terkait permasalahan Uber dan Grab Car.
Seperti diketahui, kedua perusahaan itu dinilai melanggar UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan lantaran tidak memiliki izin angkutan umum.
Kemenhub sendiri kembali menekankan, mereka sangat mendukung pengunaan aplikasi di sektor transportasi. Sebab, kehadiran aplikasi akan membuat sektor tersebut lebih efisien.
Menurut Sugihardjo, semua kendaraan yang digunakan sebagai angkutan umum harus didaftarkan ke dinas perhubungan dan pemerintah daerah setempat.
Bila izin tidak diurus, angkutan umum itu dinyatakan ilegal. “Bukan isu soal aplikasi online atau konvensional,” kata Sugihardjo.
Sedangkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, ia akan sudah menemui Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan untuk membicarakan soal permintaan pemblokiran layanan dan aplikasi Uber serta Grab.
Namun, dia belum bisa memastikan apakah pihaknya memblokir atau tetap membiarkan kedua aplikasi ride sharing tersebut.
“Sekarang saya belum lihat suratnya, nanti saya lihat dulu seperti apa,” ujarnya.
Dia menambahkan, soal aplikasi ride sharing, seperti Uber dan Grab, memang bukan ranah yang mesti dikerjakan bersama antara Kemenkominfo dan Kemenhub.

Dari sisi sektor transportasi, Kemenhub yang lebih memahami regulasi dan berwenang untuk menertibkan. Adapun Kemenkominfo meregulasi dari sisi platform.
“Kalau melihat dari sisi sektor, ya saya mesti menghormati sektor tersebut (transportasi). Yang paling tahu sektor itu ya regulatornya, Pak Jonan,” ujarnya.
Melihat hal ini, Taufiqurokhman pun ikut berkomentar. Menurut dia, seharusnya dua Kemenhub dan Kemkominfo segera menghadap Presiden untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Jangan malah terkesan perang pernyataan di Media sosial, sehingga membuat kegaduhan dan konflik horizontal di antara pengemudi taksi konvensional dan taksi online,” pungkasnya.