Taufiqurokhman.com – Besarnya anggaran Transfer dari APBN ke Propinsi/Kabupaten/Kota yang disimpan uangnya oleh Pemda di bank, salah satunya karena dikeluarkanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor. 235/2015, yang mengatur mengenai pengelolaan APBD.
Selain dampak dari adanya ketentuan pengaturan penyampaian LRA (Laporan Realisasi Anggaran), posisi kas, dan perkiraan kebutuhan belanja operasinal dan modal 3 bulan, yang disertai dengan penerapan sanksi penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah yang lalai memenuhi kewajibannya. Serta pengaturan penyaluran DAU dan atau DBH dalam bentuk nontunai bagi daerah yang mempunyai saldo kas yang tidak wajar.
Terhadap masalah tersebut, Dr. Taufiqurokhman dari Lembaga Kajian Ekonomi Sosial Politik (LK EKOSOP) mempertanyakan kejadian yang berulang kali dan berturut-turut dilakukan kepala daerah yang menyimpan anggaran APBN-nya di bank tanpa menggunakanya untuk belanja pembangunan daerahnya, terang Taufiqurokhman.

“Harus ada “treatment” tindakan tegas yang sifatnya integreted dan menyeluruh serta memberikan solusi dalam menangani anggaran APBN yang disimpan di bank tidak dibelanjakan pemerintah Daerah,” tegasnya.
“Jika dibiarkan oleh pemerintah pusat, maka para kepala daerah merasa tindakannya dianggap tepat saja dan hanya mengunakan bunga bank sebagai biaya tambahan dalam kegiatan belanja pembangunan,” Taufiqurokhman menegaskan.
Hingga Ahir Februari saja, relase dari Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan tercatat per Februari posisi dana simpanan Pemda sebesar Rp185,4 triliun, meningkat dari bulan Januari senilai Rp180,7 triliun.
Keterangan Pers Kemenkeu RI yang direalese menyebutkan, pengendapan dana simpanan milik Kabupaten Kota lebih tinggi jika dibandingkan dengan dana milik Provinsi. Terdiri dari dari dana provinsi Rp 49,5 triliun serta dana Kabupaten Kota Rp135,9 triliun.
Untuk bulan Januari 2016, posisi simpanan Pemda sebesar Rp 180,7 triliun, terdiri dari Provinsi Rp 53,8 triliun, dan Kabupaten/Kota Rp 126,9 triliun.
Posisi simpanan Pemda pada akhir Februari 2016 tersebut juga meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun 2015 sebesar Rp181,2 triliun atau masih lebih besar sekitar Rp4,2 triliun.
Adapun tiga daerah Provinsi dengan posisi saldo simpanan di perbankan tertinggi adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara untuk kategori Kabupaten/Kota anatara lain DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, Medan, Surabaya dan Tangerang.
Kendati demikian, Dirjen Perimbangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan kendati posisi simpanan Pemda dari bulan Januari ke Februari 2016 tersebut masih mengalami kenaikan, tetapi telah terjadi perubahan yang cukup signifikan ke arah perbaikan dari pola tahun sebelumnya.

“Perbaikan posisi simpanan Pemda di perbankan yang terjadi di bulan Februari 2016 ini mengindikasikan adanya perbaikan awal dalam pelaksanaan belanja APBD, dan pola pengelolaan keuangan daerah,” ujar Boediarso.
Boediarso menduga Hal ini antara lain sebagai dampak adanya ketentuan pengaturan penyampaian LRA (Laporan Realisasi Anggaran), posisi kas, dan perkiraan kebutuhan belanja operasinal dan modal 3 bulan, yang disertai dengan penerapan sanksi penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah yang lalai memenuhi kewajibannya,
“Serta pengaturan penyaluran DAU dan atau DBH dalam bentuk nontunai bagi daerah yang mempunyai saldo kas yang tidak wajar,” ujarnya.
Selain itu, kenaikan dana simpanan tersebut juga dinilai merupakan dampak dari penerbitan PMK 235/2015 yang mengatur mengenai pengelolaan APBD.
Boediarso mengklaim adanya peningkatan disiplin Pemda untuk menyampaikan data-data APBD secara rutin dan tepat waktu kepada pemerintah pusat melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) untuk menghindari sanksi penundaan penyaluran DAU/DBH setiap bulannya.
“Adanya ketentuan bahwa data APBD disampaikan melalui SIKD menyebabkan daerah berupaya untuk mampu menyampaikan data secara elektronik,” katanya.
Lebih jauh, Pemda juga disadarkan dengan kenyataan mengenai pergerakan dan besaran simpanan Pemda di perbankan sebetulnya dapat dikontrol oleh pemerintah pusat melalui Bank Indonesia. Sehingga Pemda diharapkan lebih berhati-hati dalam melakukan penyimpanan dananya di bank, mengingat adanya sanksi akan dikenakan kepada daerah yang memiliki simpanan di bank dalam jumlah yg tidak wajar atau di atas rata-rata nasional.
Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro berharap peningkatan penyerapan APBD selain mencerminkan pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik juga memiliki dampak makroekonomi yang positif, karena belanja pemerintah daerah secara kumulatif merupakan komponen belanja pemerintah dalam perhitungan pembentukan PDB.

“Dengan demikian semakin besar belanja daerah semakin besar sumbangannya terhadap PDB. Selain itu, belanja daerah yang lebih cepat akan meningkatkan multiplier effect bagi pembangunan daerah,” jelas Boediarso.